Ngiles dan Ngereles

Oleh Zulkifli Harahap*

Kalangan pegiat medsos belakangan ini semakin sering menggunakan ghosting untuk menyebut mereka pegiat medsos yang tanpa ba bi bu tetiba menghentikan semua komunikasi dan korespondensi dengan rekan, teman, atau yang lainnya dan bungkam terhadap setiap kontak yang dilakukan oleh rekan, temannya.

Ada beberapa padanan yang diusulkan oleh berbagai pihak, antara lain melenyap, menghilang, nirhadir, atau ngewus (dibentuk dari aji “wus, wus” langsung hilang). Dari kalangan lain muncul  pula padanan yang dibentuk dari nomina hantu (ghost): menghantu.

Ada kelemahan jika istilah ini dipadankan dengan menghilang (atau dgn sinonim yang disebutkan terdahulu), yakni hilangnya ketedasan (mudahnya dipahami) dan keekonomisan kalimat. Ketedasan kalimat tergantung pada, tetapi tidak selalu, pada kesempurnaan (SPOK) kalimat dan kerincian kata keterangan (K) atas SPO kalimat bersangkutan.

Ketedasan kalimat juga tergantung pada banyak sedikitnya kata yang berhomonim (beruang = punya uang dan beruang, nama hewan) dalam kalimatnya. Mungkin karena keterdesakan, kata asal ghosting yang didefinisikan untuk teknologi informasi berhomonim dengan yang didefinisikan untuk teknologi televisi, yakni munculnya bayangan tambahan yang berupa bayangan yang sama tapi sedikit bergeser dari bayangan aslinya.

Kurang eloklah jika kita sebagai pengikut teknologi jadi pengikut dalam bahasa (peristilahan), khususnya dalam pemerkayaan kosakata bahasa Indonesia. Untuk itu kita sebaiknya menjadi pengikut Kepala Badan Bahasa, Prof. Dr. E. Aminudin Aziz, yang mengusulkan padanan yang diambil dari basa Sunda, bahasa ibu beliau: NGILES.

Perhatikan kalimat berikut:

1.      Di Fulan sejak tiga hari lalu menghilang dari peredaran dan (menghilang) juga dari medsos.

Jika ghosting ini dipadankan dengan ngiles, kalimat (1) menjadi tedas dan ekonomis:

2.       Si Fulan sejak tiga hari lalu menghilang dan ngiles.

Tedas, karena hilangnya si Fulan bukan hanya dari dunita (dunia nyata), tetapi juga dari dumay. Sangat lebih ekonomis karena predikat menghilang tidak lagi membutuhkan kata keterangan (adverbia) yang berkepanjangan.

Dalam bahasa Inggris ghosting ternyata berhomonim pula dengan istilah yang terkait asmara.

Ada kalanya, si Fulan sedang PDKT dengan seseorang. Entah mengapa, si Fulan tiba-tiba menghilang: tidak pernah lagi datang malming yang kalau disebut putus belum tepat, karena keduanya belum jadian. Kejadian seperti ini disebut juga dengan ghosting yang demi ketedasan, kita harus membedakannya dengan ngiles; kita sebut saja dengan ngeleres.

3.      Ada apa dengan Karyo ya, selain ngiles, dia juga ngeleres dari Neno.

Bandingkan dengan kalimat berikut.

4.       Ada apa dengan Karyo ya, telah pun batang hidungnya gak nampak, bungkam di fesbuk, Neno juga bilang dua minggu ini mereka gak pulang sama.

Selain tidak ekonomis, frasa pulang sama dalam kalimat ini juga tidak memberi makna lain, selain dari keduanya bersaman keluar dari kantor dan Neno numpang mobil Karyo.

Sekali lagi kita memang pengikut dalam bidang teknologi, tetapi kita tidak boleh menghomonimkan kosakata bahasa Indonesia. Kelemahan dalam bidang ini seyogyanya kita imbangi dengan pemerkayaan kosakata kita. Masak ini pun tidak mampu?


Zulkifli Harahap

Penerjemah dan editor