Gemawai

Asep Rahmat Hidayat


            Istilah phubbing kembali mengemuka dalam percakapan di media sosial. Istilah itu direka cipta oleh sebuah agen iklan sebagai bagian dari kampanye pemasaran bersama Macquarie Dictionary, Australia.  Kamus-kamus bahasa Inggris, seperti Cambridge Dictionary dan Oxford Dictionary segera mencatatnya, tetapi tidak dengan Merriam-Webster Dictionary. Hal itu tampaknya terkait dengan “politik bahasa” dan kebijakan redaksi yang dimiliki oleh kamus tersebut. Bahasa Inggris di Australia dan negara persemakmuran lainnya memiliki alur sejarah dan arah perkembangan yang berbeda dengan bahasa Inggris di Amerika.

            Merriam-Webster Dictionary mencatat kata phubbing melalui fitur Words We’re Watching. Redaksi masih mengamati kata itu dan belum memasukkannya dalam kamus. Bukti penggunaan di Amerika sudah ada tetapi ada beberapa hal yang belum jelas. Menurut redaksi kelahiran kata itu tidak biasa. Arti dan berbagai bentuk turunannya belum jelas. Apakah jika menggunakan tablet tidak disebut phubbing? Apakah nomina tunggal dan verbanya dieja phubb atau phub? Secara umum, redaksi Merriam-Webster Dictionary mensyaratkan penggunaan yang luas yang dibuktikan dengan banyak kutipan dari beragam ranah penggunaan dan periode penggunaan yang cukup lama, sehingga apa yang dirumuskan kamus tersebut “memiliki otoritas tanpa menjadi otoriter”.

            Masyarakat Indonesia sendiri sebagai pengguna aktif internet dan semua produk terkait dengan internet sangat mudah dan cepat terpajan oleh kata dan istilah baru. Bahkan, cenderung memiliki kelatahan sosial. Kata baru yang maknanya mungkin belum mapan atau belum dipahami secara utuh langsung digunakan. Pengguna bahasa kita juga cukup produktif menciptakan kata-kata baru.

Dalam satu grup di lingkungan Badan Bahasa kata phubbing mulai didiskusikan secara intens bulan Mei 2018. Dalam diskusi tersebut mengemuka beberapa usulan padanan untuk kata tersebut, yaitu mabuk gawai, gemawai, lalai gawai, dan cuai gawai. Kata gawai dipilih tinimbang telepon karena kata itu mewadahi konsep yang lebih umum, sehingga dapat mengantisipasi perluasan konteks dari telepon ke bentuk gawai lainnya. Kata mabuk gawai dianalogikan dengan bentuk yang sudah ada yang mengacu pada fenomena yang mirip, seperti mabuk asmara dan mabuk duit.

Sementara saya mengusulkan kata gemawai berdasarkan pola pembentukan kata, seperti jari-jemari, tali-temali, guntur-gemuntur. Kata gawai diberi sisipan –em- yang berfungsi sebagai pembentuk kata benda. Sisipan-sisipan merupakan fitur bahasa yang tidak produktif, tetapi tidak haram digunakan. Justru fitur seperti itu dapat dimanfaatkan untuk pengembangan kosakata.

Pada tanggal 31 Mei 2018 dilakukan jajak pendapat di Twitter Badan Bahasa untuk melihat respons pengguna. Hasilnya 44,6 persen memilih mabuk gawai, 31,7 persen memilih gemawai, 14 persen memilih lalai gawai, dan 9,7 persen memilih cuai gawai. Pada tanggal 4 Juni 2018 secara resmi frasa mabuk gawai diluncurkan sebagai padanan phubbing di media social Badan Bahasa dan diunggah ulang tanggal 18 Januari 2019.

Padanan tersebut sudah mulai muncul dalam berbagai media. Dalam perkembangannya, ternyata ada pengguna yang mengusulkan penggunaan kata mawai atau magai sebagai akronim dari mabuk gawai dengan beranalogi pada mager, padahal mabuk asmara dan mabuk duit tidak pernah disingkat menjadi mabas dan mabdu. Jika memang bentuk singkat lebih dipilih, kata gemawai dapat menjadi alternatif. Kelas kata gemawai sama dengan kelas kata phubbing, yaitu nomina. Kata gemawai juga potensial berkembang menjadi adjektiva terkait sifat atau perilaku gemawai.

 

Anggota KKLP Perkamusan dan Peristilahan Badan Bahasa