Diksi dan Eksplorasi Bahasa*

Esai oleh Hoerudin**

 

Sesiapa meninggalkan pilihan kata,

Tidaklah mendapat reka kreasi bahasa

(Gurindam 12 Si Popi, Pasal 2, Nizar Machyuzaar)

 

Ada rasa bahasa dalam tiap diksi yang disajikan seorang penulis. Puisi yang ditulis penyair biasanya penuh dengan ungkapan simbolik-imajinatif, daya ucapnya memiliki makna metaforik dan sugestif. Dalam berbahasa sehari-hari pun kita seringkali harus menyampaikan kalimat dengan kata-kata terpilih agar makna yang hendak kita amanatkan bisa sampai bisa sesuai. Dalam bahasa Sunda dikenal istilah undak usuk bahasa atau tatakrama berbahasa, tingkatan bahasa yang disesuaikan dengan situasi, umur lawan bicara dan posisi lawan bicara. Dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah diksi.

Dr. Gorys Keraf pertama kali menerbitkan buku Diksi dan Gaya Bahasa pada tahun 1984, buku yang dicetak oleh Gramedia Pustaka Utama itu tak hanya menjelaskan kata dan pilihan kata, tetapi juga berkaitan dengan stilistika, ilmu yang sangat penting guna mengeksplorasi bahasa. Dalam buku tersebut Dr. Gorys Keraf membagi gaya bahasa berdasarkan pilihan kata, gaya bahasa berdasarkan nada, gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat, dan gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna. Selain Gramedia, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa pada tahun 2014 menerbitkan buku karya Drs. Mustakim  berjudul Proses dan Pilihan Kata. Dalam buku yang bisa diunduh dengan gratis tersebut kita mengetahui pemakaian kata jam yang menyatakan makna 'durasi' dan pukul yang menyatakan waktu atau saat. Misalnya, kami akan berangkat pukul 19.00 ke Bandung setelah berlatih selama sembilan jam sehari. Mengenai bentukan kata, kita bisa mengetahui frasa tidak adil, bentukan yang tepat ketidakadilan, bentukan tidak tepat ketidak adilan. Lalu kata baku dari merubah dan dirubah adalah mengubah dan diubah.

Mengapa memilih kata yang tepat itu penting dalam mengungkapkan gagasan? Lalu apa saja kriteria yang berkenaan dengan pemilihan kata? Dua poin itulah yang coba saya jabarkan dalam esai ini.

Kata merupakan salah satu unsur bahasa yang penting. Dalam memilih kata-kata, biasanya ada dua hal yang bisa kita perhatikan, yaitu ketepatan dalam mengungkapkan apa yang ingin kita ungkapkan; kemudian kesesuaian atau kecocokan antara kata-kata dengan kesempatan dan keadaan. Ada konteks dan konten. Cara kita berbahasa kerap menentukan cara berpikir dan membayangkan apa pun. Seorang penulis bisa mengeksplorasi bahasa dengan cara menyusun ulang struktur urutan kalimat atau proses sintagmatik, misalnya kalimat aku makan bakso, diubah jadi bakso memakanku. Makna memang bisa dipahami jika strukturnya jelas, mana subjek mana objek. Namun, dunia, realitas adakalanya tak mudah dipahami dengan nalar semata.

Dengan berpikir manusia selalu ingin mengetahui realitas, mengetahui bagaimana cara mengetahui dan bagaimana cara menjelaskan. Oleh karena itu proses pemilihan kata menjadi penting guna menyematkan konsep-konsep sendiri pada dunia pada realitas. Sebab penulis seringkali memiliki kesadaran untuk inovasi dan melepaskan diri dari konvensi.

Diksi adalah ketepatan kata, begitu menurut Widjoni Hs, dalam buku Bahasa Indonesia, Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi. Kriteria pemilihan kata menurut Drs. Mustakim adalah ketepatan, kesesuaian dan keselarasan. Ketepatan diksi berkaitan dengan makna kata yang dapat mengungkapkan sebuah gagasan dan tidak menimbulkan perbedaan. Kesesuaian diksi berkaitan dengan konteks penggunaan kata yang sesuai dengan kesempatan atau lingkungan tertentu, dan tidak merusak suasana atau menyinggung perasaan (sumber: narabahasa.id) bahasa yang baik dan bahasa yang benar menurut Ivan Lanin, seorang Wikipediawan pencinta bahasa Indonesia, adalah 'baik artinya sesuai dengan konteks, sedangkan 'benar' artinya sesuai dengan kaidah.

Berikut ini beberapa hal mengenai ketepatan diksi:

Makna denotasi (lugas) dan konotasi (makna ganda). Ada nilai rasa, misalnya: kata 'istri' tidak berkonotasi terhadap kelompok sosial tertentu, bandingkan dengan kata 'bini'. Contoh lain adalah kambing hitam atau pada idiom banting tulang. Nuansa makna sinonimi misalnya: konspirasi-komplotan, buku-kitab, dan manipulasi bersinonim dengan kecurangan atau penggelapan. Contoh kata yang mirip ejaannya: konspirasi-konfirmasi, tongkol-dongkol, intensif-insentif. Kata kerja yang menggunakan kata depan harus digunakan secara idiomatik/kata berpasangan, misalnya: ingat akan, bukan ingat terhadap. Mengharapkan, bukan mengharap akan. Berbahaya, berbahaya bagi, membahayakan sesuatu, bukan membahayakan bagi sesuatu. Penggunaan kata umum dan kata khusus. Misalnya, hewan: kucing, semut, dll. Buah: mangga, apel, dll. Melihat: melirik, menengok, menengadah, menunduk. Perubahan makna kata pun bisa dibagi menjadi peyorasi, atau makna yang lebih rendah, negatif, seperti kroni yang bersinonim dengan kawan atau kolega, lalu perempuan yang kini dianggap lebih baik dibanding kata wanita. Sebaliknya dengan ameliorasi, seperti kata meninggal lebih halus dibanding kata mati. Makna kata abstrak dan konkret misalnya, keadilan, kebenaran, gelas, piring.

Kata-kata yang memiliki persamaan di beberapa bagian/relasi makna.

a. Sinonim atau persamaan arti. Misalnya: bunga=kembang.

b. Antonim, lawan arti. Bahagia, sedih

c. Homonim, persamaan bentuk beda arti. Bulan nama satelit dengan bulan dalam kalender.

d. Homofon, persamaan bunyi beda arti. Misalnya rock dan rok. Massa dan masa.

e. Homograf, persamaan bentuk beda arti. Misalnya: boleh apel, asal bawa apel. Sedu sedan itu terdengar dari dalam mobil sedan.

f. Hiponim (spesifik), kata turunan dari kata lainnya. Misalnya: kucing hiponim binatang.

g. Hipernim (generik): kata turunan yang merupakan bagian dari kata lainnya. Binatang hipernim kucing.

h. Polisemi, kata yang bermakna lebih dari satu, tetapi berbeda ejaan dan maknanya. Misal: korban untuk makna pemberian guna menyatakan kebaktian dengan korban untuk orang yang menderita kecelakaan karena sesuatu perbuatan, atau bisa juga orang yang meninggal karena tertimpa bencana.

Beberapa hal yang berkaitan dengan unsur kesesuaian diksi: unsur substandar/nonstandar dalam situasi formal. Yaitu bahasa yang digunakan dalam situasi resmi, kebalikan dari bahasa yang dipakai dalam pergaulan biasa. Kata ilmiah dalam situasi umum, kata-kata ilmiah lawan kata-kata populer. Misalnya: sesuai-harmonis, pecahan-fraksi, aneh-eksenstrik, kiasan-analogi, rasa benci-antipati, penunjuk-indeks, saringan-filter, kesimpulan-konklusi, penggalan-fragmen. Jargon/kosakata khusus yang digunakan dalam lingkungan tertentu untuk pembaca umum. Penggunaan jargon biasanya terbatas untuk bidang ilmu atau profesi tertentu. Contohnya dalam kata sandi atau kode rahasia di kalangan militer, perkumpulan rahasia. Kata slang, ragam bahasa tidak baku yang dibentuk secara khas sebagai cetusan/keinginan tampil beda. Misalnya, woles untuk pelan, baper, sotoy, amsyong untuk makna rugi, meneketehe. Kata percakapan dalam tulisan misalnya istilah 'bikin' untuk kata membuat, istilah adem yang merujuk kata sejuk, dok, prof, untuk dokter dan profesor. Ada juga bahasa artifisial, misalnya bahasa yang disusun secara seni, bahasa piguratif. Ada kreativitas menyusun kata, klausa, kalimat, masuk ke ranah stilistika. Bahkan ada kecenderungan untuk mengacaukan proses sintagmatik guna mencapai impresi sesuai dengan visi penulis. Misalnya dalam puisi dan prosa. Keselarasan dalam pilihan kata berkaitan dengan makna kata, semantik dengan kata-kata lain sesuai dengan konteks kata tersebut. 

Bagi saya, tesaurus dan KBBI sangat membantu sebagai sumber diksi selain membaca novel dan membaca realitas, mengingat banyak sekali istilah teknis jika berkaitan dengan aspek linguistik seperti morfologi. Kata-kata yang betul dipilih betul terpilih bisa mengantarkan pembaca atau pendengar pada apa yang disampaikan Aristoteles mengenai katarsis. Seperti lirik lagu Sisir Tanah yang berjudul Lagu Wajib. Lima larik pertama lagu tersebut: yang wajib dari hujan adalah basah, yang wajib dari basah adalah tanah, yang wajib dari tanah adalah hutan, yang wajib dari hutan adalah tanam, yang wajib dari tanam adalah tekad.

Selain konteks dan konten, ragam bahasa pun perlu diperhatikan sebagai bagian dari unsur kriteria atau tolok ukur pemilihan kata. Yaitu memperhatikan ragam bahasa, baik ragam lisan, ragam tulisan, ragam formal, ragam nonformal, penggunaan idiom dan aspek psikologis pembaca. Supaya bisa memahami berbagai makna kata dan bisa membedakan berbagai kriteria yang berkaitan dengan pilihan kata. Patokan pemilihan kata adalah ketepatan dan kesesuaian kata dengan konteks kalimat atau saat mengungkapkan gagasan. Manfaat pemilihan kata yang tepat adalah bisa mengetahui nilai rasa suatu kata dengan konteks kalimat saat diungkapkan, baik lewat tulisan maupun lisan. Selain itu, kita bisa mengetahui karakteristik diksi, yaitu tepat dalam pemilihan kata, dan tepat dalam membedakan makna, kata, bentuk, sebagai bagian dari eksplorasi bahasa.  Mengingat bahasa adalah sistem tanda, ada kesepakatan penggunanya, dan menjadi penting dalam upaya kita berkomunikasi.

Sukabumi, 2021

*Tulisan sebagai materi Seminar Akbar Reuni Virtual Sajak Senja Cianjur, 13 Desember 2021

**Hoerudin atau Khoer Jurzani adalah penyair Sukabumi. Buku Puisi yang terakhir terbit berjudul Kaki Petani: Ode untuk Para Pejalan (penerbit basabasi, 2018)