Puisi-puisi Karya Cevi Whiesa Manunggaling Hurip
Dua Sisi Kemerdekaan
Martha Christina Tiahahu tak pernah menghitung arti seberapa lama hidup di dunia
Ia hanya tau detak waktu yang membawanya berkelana ke sungai-sungai dan kebahagiaan abadi
Setelah darah ia alirkan dengan keikhlasan
Halim Perdanakusuma, ia lepas landas menembus awan-awan putih
Menuju alam merdeka. Tak sempat ia mengenal polusi, ia hanya tau revolusi
Menuju negeri impian yang bebas ledakan bom dan tembakan senapan
Frans Kaisiepo tak pernah memimpikan, secara anumerta ia dinyatakan sebagai pahlawan
Ia hanya ingin melihat bendera naik dan mengepakan sayapnya
Hanya merah putih saja, tanpa ada biru di bawahnya
Para jenderal itu kembali bangkit dari lubang pengap
Menghirup udara baru yang tak terkontaminasi dosa-dosa
Yang dihembuskan para pecandu kepercayaan
Merdeka ini nyata di mata dan hati mereka
Yang dikebumikan tak jauh dari ledakan-ledakan
Merdeka ini kesengsaraan bagi mereka
Yang sedari bayi dinina-bobokan kebodohan
2021
Merdeka Itu Murah
Rebahkan tubuhmu lalu mimpikanButiran kebahagiaan kecil di hari-hari biasa
Sebab surga terlalu mahal bagimu
Bagi yang tak punya kuasa
Kau kunjungi saja surga yang murah
Pada anak gelandangan yang tidur di trotoar
Lepas bersetubuh dengan apa saja
Tak suka memilih-milih
Bahkan ia tak tau neraka itu apa
Hanya berjalan di jembatan cita-cita
Dituliskan pada tembok-tembok kios
Rebahkan tubuhmu lalu mimpikan
Di pagi hari kau sarapan semangkuk bubur
Menikmati sebatang rokok dan minum kopi
Lalu bekerja seperti hari-hari lalu
Menghirup aroma kebebasan dan gaji bulanan
Dan selipkan satu cita-cita di hari mendatang
Seperti; kau ingin duduk di pelaminan
Saat malam datang menikmati tubuh
Yang bersih dan cantik bagai kejujuran
Bahwa kini kau tak munafik lagi
Tuhan tak memaksamu untuk sengsara
2021
Nina Dinanti Kecewa
Nina ingin sepasang bonekaIa tak menangis pada orangtua
Melainkan pada tong sampah;
Terus menerus selama beberapa hari
Sayangnya ia tak tau
Toko yang diimpikan sudah ditutup
Oleh segerombolan dari belahan entah
Bukan hanya toko;
Segerombolan juga mengobrak-abrik
Tempat meminta, pedagang kaki lima
Komplek olahraga, dan tempat hiburan
Kecewa telah menunggunya
Hanya persoalan waktu saja
2021
Kita Dan Tanya
Kita selalu mengutarakan perasaanPada detak jarum jam dan keheningan
Mengapa tidur nyenyak selalu terganggu;
Suara reruntuhan pohon dan tanah longsor
Di belakang rumah kita dan tetangga
Kita hanya bisa menciumi tubuh janji
Yang diutarakan beberapa tahun sekali
Di atas panggung satu warna
Namun kita tak berani untuk bertanya
Pada jalanan atau mereka yang setia di sana
Di bawah sinar matahari berlumur keringat
Atau, pada yang nantinya menjadi perangsang
Jawaban melulu itu-itu saja
2021
Di Alam Kedua
Aku terlahir kembali, melihatmu sepiTak ada orang hijrah atau singgah
Seperti sebelum aku lahir, kau diceritakan;
Keanggunan dan indah parasmu
Mereka sangat nyaman tidur di pelukanmu
Kini hening melintang, sesekali dipecahkan
Suara tangis bayi yang belum diberi asi
Karena seminggu lalu sang ibu hilang pekerjaan
Aku terlahir kembali, mendengar tentangmu
Hari ini kau menjelma cerita menyeramkan
Membunuh orang-orang tak berdosa
Yang asik mengagumi keanggunanmu
Membagi cerita tentangmu dengan jujur
Saat ia pulang kembali ke kota asal
Dengan ribuan kesan yang mustahil hilang
Menetap pada ingatan, sekalipun ia menua
2021
Biodata Penulis:
Cevi Whiesa Manunggaling Hurip lahir dan tinggal di Kota Tasikmalaya. Puisinya dimuat di beberapa media online. Kumpulan puisi pertamanya berjudul Setia Ialah Farhatun (langgam pustaka 2020). Selain menulis, aktif sebagai dalang wayang golek, penyiar di Radio Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya, aktif di beberapa sanggar seni, organisasi masyarakat, dan taman baca masyarakat. Akhir-akhir ini sedang senang berganti-ganti jenis rokok.
0 Komentar